ANTASARI SANG PAHLAWAN NASIONAL PERTAMA DARI TANAH BANJAR

Image result for Sejarah Pangeran Antasari
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6FJ9_b1CyBxo7WGn4mYGfanCBoBrtU__lCBRhTXmzSTfNMw6rCHtBvWQegWnKf-GY3BYEdQK3HHQys9q7KLhM1_IDi375I9gygtEYUJCqrPWD6BqbaL85WoyTqr7id3J9frn746_r9Xc/s1600/pahlawan+nasional-pangeran_antasari.jpg


Nama Antasari sangat terkenal bahkan di Banjarmasin ada perguruan Tinggi islam negeri yang memakai nama beliau yaitu Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Antasari, Komanda Resort Militer (Korem) 101 Antasari, jalan Antasari, Kompleks Antasari, pasar Antasari serta Pelabuhan Antasari. 

Pangeran Antasari adalah anak pangeran Mashud, cucu pangeran Amir yang dulu berani menentang Belanda dengan mengarahkan 3.000 tentara. Belanda saat itu membantuy Pangeran Nata namun dibawah pimpinan Kapten Christopel Hoffmann pangeran Amir dapat dikalahkan, kemudian dibawa ke Batavia dan dibuang ke Ceylon (Srilangka) hingga meninggal disana. Pangeran Amir merupakan tokoh tanah Banjar pertama yang dibuang Belanda ke luar Negeri. Antasari adalah saudara semisan dengan pangeran Hidayatullah. Ibunya Gusti Khadijah adalah Putri Sultan Sulaiman.

Kepahlawanan Pangeran Antasari dapat dilihat dari banyak hal dia adalah salah satu pejuang perang Banjar yang tidak kenal menyerah, saat itu Pangeran Antasari memimpin 3000an pasukan bersama Datu Aling, pembekal Ali Akbar, Mantri Taming Yudha, Punakawan Sultan Kuning dan lain-lain untuk menyerbu Benteng Belanda Oranye Nassau Pengaron.

Sebagian orang elit di Tanah Banjar sudah terpengaruh dengan gaya hidup orang Belanda yang menyenangi minum-minuman keras dan berdansa namun Antasari dan Hidayatullah tidak terpengaruh dengan hal itu, karena itulah Antasari dan Hidayatullah dikenal sebagai orang yang taat beragama. karena ketaatan beagama ini maka setelah Kesultanan Banjar dihapuskan secara sepihak oleh Belanda para ulama dan rakyat tidak ragu untuk mengangkat Antasari sebagai sultan dengan gelar Penembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin.

Antasari adalah seorang yang tidak pendendam dengan para elit dan keturunan Kesultanan Banjar yang dulunya memusuhi kakeknya yaitu Pangeran Amir. Hubungan Pangeran Antasari dengan Pangeran lain tetap baik dan ia lebih mengedepankan kepentingan Negara (Kesultanan Banjar). Beliau hanya mau meletakkan senjata dengan Belanda jika Belanda mau memulihkan kedudukan dan martabat Kesultanan Banjar.

Antasari juga berhasil melakukan pendekatan kepada sejumlah pemimpin dan masyarakat Dayak, sehingga mereka ikut terlibat dalam Perang Banjar dan sangat besar jasanya dalam memerangi penjajah Belanda. Hal ini menggambarkan bahwa Antasari seorang pemimpin perang yang kharismatik terbukti beliau mampu mengkosolidasikan perjuangan baik dikawasan Martapura kemudian Benua Lima dan Hulu sungai hingga Hulu sungia Barito.

Bersumber dari Perang Banjar karya Gusti Mayur, Raja Diraja Kerajaan Banjar susunan HM Said, Wikipedia dan sumber lainnya, dijelaskan bahwa Perang Banjar yang dikobarkan oleh Pangeran Antasari, Hidayatullah dan kawan-kawan dihadapkan pada situasi yang genting. Belanda sangat lihai mengadu domba dan memecah belah kekuata elit dan rakyat. Akibatnya masnyarakat Banjar dan Masyarakat Dayak terbelah, sebagian memihak Belanda karena mereka diangkat sebagai bagian dari pemerintahan Sultan Tamjidullah II yang didukung oleh Belanda.

Kiai Raden Adipati Dahu Raja sebagai Gubernur Banua Lima berada di pihak Sultan Tamjidullah II dan Belanda, demikian pula kepala-kepala Pemerintahan di Negeri Tanah Bumbu dan Sultan Kutai yang terpaksa memihak Belanda karena berada dibawah tekanan Belanda.

Dengan keadaan demikian Pangeran Antasari dan pengikutnya menghadapi tekanan yang berat dari saudara sebangsa bahkan seagama, baik dari suku Banjar, Dayak, Bugis, Kutai yang sudah berada digenggaman pengaruh belanda, Bahkan Sultan Kutai berhasil membantu Belanda menangkap Pangeran Perbatasari (Sultan Muda) yang akhirnya diasingkan ke kampung Jawa Tondano Sulewesi Utara kemudian meninggal disana dan dimakamkan berdekatan dengan Pahlawan Nasional Imam Bonjol.
Meskipun demikian Antasari berhasil mengerahkan para ulama dan tokoh agama untuk mendukung perang, sehingga perang tidak hanya mengandalkan senjata yang memang terbatas tetapi juga mengutamakan pendekatan spiritual.

Hasil pertemuan para pejuang bulan September 1859 antara Pangeran Hidayatullah, Pangeran Antasari, Demang Lehman dan tokoh perjuangan lainnya di Daerah Kandangan menetapkan bahwa Pangeran Antasari memperkuat pertahanan di daerag Dusun Atas, sedangkan Tumenggung Jalil memperkuat pertahanan di Banua Lima bersama Pangeran Hidayatullah.

Martapura berada dibawah kendali Demang Lehman dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya. Dalam perkembangannya medan pertempuran Perang Banjar berlangsung dari wilayah sungai Kapuas (Kalteng) disebelah Barat sampai Tanah Bumbu (Kalsel) disebelah Timur, dari Tanah Laut (Kalsel) di sebelah Selatan sampai Tanah Dusun (Kalteng) disebelah Utara.

Pada tanggal 22 Februari 1860 kapal perang Celebes dan Monterado dikirim menyerang Benteng Leonggong. Benteng ini dikepung dengan dua buah kapal perang di hulu dan disebelah hilir serta 200 serdadu didaratkan. Pertempuran sengitpun terjadi sepanjang sungai Barito. Menyadari terhadap pengepungan ini Pangeran Antasari dan Tumenggung Surapati melakukan siasat mundur untuk menghindarkan banyaknya jatuh korban. Perang ini berakhir tenpa hasil yang memuaskan bagi Belanda.

Untuk mengantisipasi Kapal-kapal perang Belanda, Tumenggung Surapati bersama Pangeran Antasari mengarahkan beratus-ratus perahu dengan sebuah perahu komando yang besar. pada perahu besar ini dipacangkan bendera kuning. Armada perahu ini disertai pula dengan beberapa buah lanting kotomara (cotta mara) sebagai panser terapung bentuk kotomara ini sangat unik karena dibuat dari susunan bambu yang membentuk sebuah benteng terapung. kotomara dilengkapi dengan beberapa pucuk Meriam dan lila. Panser apung ini merupakan karya Raden Jaya Anum dan pasukannya dari Kapuas Tengah yang setelah masuk islam dijuluki Juragan Kuat.

Antasari bersama Demang Lehman juga mencoba mendatangkan senjata dengan cara mengirim utusan ke Sultanan Kutai, Pasir dan Pagatan. tetapi rupanya hal ini sudah diketahui oleh Belanda, Sehingga Belanda menekan semua raja-raja yang membantu Pangeran Antasari dan Demang Lehman.

Meskipun demikian Demang Lehman memperoleh sebanyak 142 senapan dan beberapa buah Meriam kecil (lila), tetapi ketika senjata ini dalam perjalanan  dirampas oleh Belanda ditengah laut.

Jalannya perang Banjar yang dipimpin oleh Pangeran Antasari dan Sultan Hidayatullah, oleh WA Van Rees, sebagaimana dikutip oleh Wikepedia dalam satu episodenya digambarkan sbb :

Setelah persiapan-persiapan yang matang maka berkobarlah Perang Banjar pada tanggal 28 April 1859 dengan semboyan Beratip Beramal Fi Sabilillah secara serempak. sambal bertandak dan berdoa mereka menerebos sampai 10 langkan dari carre (formasi tempur berbentuk persegei empat); Meriam howitzer diisi lagi. "Tembak !!!" terdengar dari mulut komdan, akan tetapi baik pipa houwitser maupun beberapa bedil macet. Berapa orang musuh datang melalui houwitser masuk ke dalam carre dengan pemimpinnya yang berpakaian kuning.

Kopral Smit mendapat tusukan tombak pada saat akan memasang lagi isian bedil; Van Halderen mendapat dua sabetan Klewang yang mematikan pada saat akan memasang lagi pipa yang baru. pistol kepunyaan van der Heijden juga macet ketika ia akan menembak. dnegan gagak perkasa kepala penyerbu menerjang dan akan menekankan ujung tombak ke dadanya. Koch segera melompat menangkis serangan, akan tetapi ia sendiri terpanggang tusukan tombak dan keris jatuh tersungkur.

Belanda yang kewalahan dalam menghadapi pasukan Antasari tidak jarang mengajaknya berunding dan berdamai dengan bujukan kesalahannya sebagai pemberontak akan diampuni. Tetapi Antasari sangat teguh memegang prinsip. ia hanya mau berdamai dengan Belanda jika kedaulatan Banjar dikembalikan kepada Sultan yang berhak. dalam salah satu suratnya membalas ajakan damai dari Gustave Verspijk penguasa militer tertinggi Belanda di Banjarmasin, Antasari mengatakan :

"... Ada kemungkinan saya akan mempertimbangkan usul tuan untuk berdamai, bila saya mendapatkan surat resmi dari Gubernur Jenderal belanda di Batavia dimana diterangkan bahwa kerajaan Banjar dikembalikan sepenuhnya kepada kami. kami berjuang untuk menuntut hak pusaka kami. kami merasa jijik bernding dengan Belanda yang telah seswenang-wenang merampas hak kami dan mengasingkan sepupu kami Hidayatullah ke Pulau Jawa. Kebijakan Belanda ini bertentangan dengan semangat persahabatan ..."

Menurut Said (2011) Belanda mengakui perang Banjar (Banjermasince Krijg) yang dipimpin oleh Antasari, Hidayatullah dan lain-lain adalah perang terbesar dan terlama di Nusantara. Banyak sekali pejuang yang terbunuh di medan perang, mati digantung, dibuang dan diasingkan ke luar Kalimantan serta korban-korban lainnya yang hingga kini tidak pernah dihitung banyaknya. Tokoh pejuang yang meninggal karena sakit diantaranya Pangeran Antasari dan Tumenggung Surapati, selebihnya terbunuh dan tebuang.

Dibandingkan dengan perang-perang lain, Perlawanan para pejuang dan pahlawan Banjar tergolong ulet. sebagai bandingan dapat disebut beberapa peperangan lain di Nusantara diantaranya :


  1. Perang Makassar pimpinan Sultan Hasanuddin (1666-1667)
  2. Perang Banten pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa (1681-1683)
  3. Perang Maluku pimpinan Kapitan Pattimura (1817-1817)
  4. Perang Padri pimpinan Tuanku Imam Bonjol (1821-1837)
  5. Perang Diponegoro pimpinan Pangeran Diponegoro (1825-1830)
  6. Perang Aceh dipimpinan Teuku Umar (1873-1905)
  7. Perang Tapanuli dipimpinan Sisinga Mangaraja XII (1878-1907)
  8. Perang Banjar pimpinan Hidayatullah, Pangeran Antasari dan keturunannya (1859-1905)
Perihal tahun lamanya perang Banjar tersebut terbagi dalam dua Versi Belanda, Perang Banjar (Banjarmasinsche Krijk) hanya berlangsung antara tahun 1859-1962 pasca ditangkap dan diasingkan Pangeran Hidayatullah. sedangkan peperangan sesudahnya hingga 1905 dianggap sebagai pemberontak yang sporadic dan kecil-kecilan saja.  versi ini tampak pada tulisan J.M.C.E. Le Rutte, Expedities tagen de versteking van pangeran Antasarie, gelegen aan de montallatriver.

Tetapi versi ini terbantahkan karena sesudah tahun 1862 perang Banjar tetap saja berkobar sengit. walaupun Hidayatullah tertangkap dan diasingkan, tetapi peperangan dilanjutkan oleh Pangeran Antasari dan anak buah serta keturunannya. Dalam medan perang yang terus terjadi di Kalimantan Selatan dan hingga meluas ke Kawasan Barito Kalimantan Tengah. Hal ini diakui juga oleh pihak Belanda yang menyatakan perang Banjar sebagai peperanganyang terberat dan terlama dengan korban dikeua pihak yang sangat banyak baik materi maupun korba nyawa. kalau hanya antara tahun 1959-1862 tentu Belanda tidak menyebutnya sebagai perang terberat dan terlama.

Dipihak Belanda diakui 3.000 tentara Belanda teas, terdiri dari 136 orang Belanda, 1.000 serdadu kulit putihm 50 serdadu asal Afrika dan selebihnya sedadu sewaan lainnya. Karena itu Belanda sangat dirugikan dan berambisi untuk mengakhiri perlawanan para peluang dan rakyat pendukungnya.
Setelah sekian lama aktif berperang secara fisik dalam berbagai medan pertempuran, kalah dan menang silih berganti membuat kondisi Antasari tidak lagi prima beliau sering sakit-sakitan. Apalagi saat perang meletus usia beliau telah relative tua hamper 60 tahun. walaupun dengan kondisi seperti itu beliau tidak akan pernah mau berunding apalagi menyerah terhadap Belanda. Beliau akhirnya wafat karena sakit pada tanggal 11 oktober 1862, dimakamkan di kampung Bayan Begak Puru Cahu. Jenazahnya kemudian dibongkar dan dimakamkan kembali di Banjarmasin pada tanggal 11 November 1958. sebagian masyarakat Dayak yang menyaksikan penggalian kembali makam itu menangis sedih karena mereka menganggap Antasari adalah Sutan dan pemimpin Dayak juga.

Sumber : Ahmad Bajie B. Tokoh Banjar Dalam Sejarah (Antara Legenda dan Kisah Nyata)

Komentar