MPU JATMIKA

Jauh dimasa lalu tepatnya sekitar 1400 M, hiduplah saudagar kaya yang bernama Mpu Jatmika dengan istrinya Sira Manguntur dan seorang ayah yang sudah termakan usia. kehidupan mereka sangatlah bahagia, walaupun harta yang mereka miliki tak sebanyak dengan para raja tapi kehidupan mereka lebih beruntung dari rakyat biasa pada masa itu.

waktu terus berjalan, hingga akhirnya sang Ayah meninggalkan mereka. Harta yang seharusnya membuat setiap insan bahagia kini berubah menjadi mala petaka untuk keluarga mereka. Sanak saudara Mpu Jatmika mulai merasa tidak puas dengan harta warisan yang telah dibagikan oleh Ayah mereka.

Semua harta yang mereka miliki telah direbut oleh saudara mereka, suasana yang semakin panas membuat mpu Jatmika sudah tidak merasa nyaman tinggal berdekatan dengan dengan saudara-saudaranya lagi. akhirnya mpu Jatmika memutuskan untuk berlayar menjauh dengan harapan memperbaiki kehidupan mereka.

Waktu ibaratkan roda yang terus berputar menemani perjalanan rombongan mpu jatmika, hingga angin membawa mereka ke tanah Marampiau (Magasari Tapin) keramahan penduduk disana membuat mereka merasa nyaman dan menarik hati mereka untuk bermukim disana dengan mendirikan candi laras. 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3tgyGjifpt1PGSUIX-tVpGdkf2Ndat71Su4ttel5zsgj4CPAsdKn1Z2fXxlOBjocje25Db7xfCjcOVI7wAzLuAxRsbdSosUpyPdBN5Ub4k5pUMAOOUDiFkeaBXqMg4nqpbFAbw22plJI/s1600/candi+pendem.jpg

setelah beberapa lama bermukim di daerah Marampiau mpu jatmika ingin kembali berlayar dan mencari tempat dengan suasana baru, dengan menyisiri lagi ke arah hulu tepatnya di daerah Amuntai dan kembali membangun tempat tinggal berupa candi Agung.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjH1difWXsrL2_28Q6_ha6nXxwmGzpkf3K0dtxAkS3s94dWk5r_V0ATGiE9AbKQggHXgmH7V_RTV_YvrgvSTLwIedp0F0F0IxxyhCEx3zQTGe8gxNQokZgOpr2199A1Jrg1KlAXns9gBnY/s1600/candi-agung.JPG

Berangsur-angsur perekonomian mereka mulai kembali pulih, kebahagiaan mereka bertambah dengan hadirnya dua orang putra yaitu Mpu Mandustana dan Lambung Mangkurat serta seorang putri cantik bernama Karayang Bungsu yang bersuamikan Raden Gin Ta Yu seorang Cina Serawak.

Di daerah yang mereka datangi memang sudah ada penduduknya namun tidak ada kekuasaan politik saat itu, sehingga untuk mengisi kekosongan Mpu Jatmika menangkat dirinya sendiri menjadi raja sementara dengan gelar Maharaja di candi dengan kerajaannya dinamakan kerajaan Dipa dengan Ibu Kota Kuripan sekitar candi Agung, hal ini dikarenakan dalam agama hindu yang berhak menjadi raja hanya kasta kesatria maka mpu Jatmika yang berasal dari kasta waisya tidak boleh menjadi raja sepenuhnya.

Mpu Jatmika menyadari keterbatasannya tentang ketidak mungkinannya untuk menjadi raja sepenuhnya. sehingga dia memerintahkan kedua putranya untuk bertapa untuk mencari solusi.

Angin sejuk membelai tubuh Lambung Mangkurat yang sedang bertapa, kicauan burung menemani kesunyian. pertapaan pun berakhir ketika gelembung-gelembung air mulai bermunculan di depan Lambung Mangkurat, tak lama setelah itu muncul seorang putri cantik berkulit putih berambut panjang terurai indah berkilau terbias cahaya yang memantul dari kilauan air menyapa lambung Mangkurat dengan senyuman yang menggambarkan kelembutan hati.

Putri cantik tersebut dijadikan anak angkat keluarga Mpu Jatmika dan diberikan nama Putri Junjung Buih karena dia keluar dari pusaran air yang berbuih-buih, mungkin ini jawaban dari sang Dewata tentang kekosongan kekuasaan yang terjadi di Negeri Dipa yaitu menikahkan Putri Junjung Buih dengan seorang pria berdarah ksatria. saat itu kerajaan yang difikirkan mpu jatmika hanyalah kerajaan Majapahit, karena Majapahit merupakan kerajaan besar dan kuat sehingga jika keturunannya memerintah di Negeri Dipa, Negeri Dipa akan terjamin keamanannya.

Kapal Prabayaksa telah disediakan Lambung Mangkurat diutus untuk pergi berlayar ke Kerajaan Majapahit dengan tujuan memohon bantuan kerajaan majapahit mengirimkan seorang putera atau pangeran ke tanah Banjar agar bisa nikahkan dengan Putri Jujung Buih dan menjadi raja Banjar.

Setibanya Lambung Mangkurat di kerajaan majapahit, Ia disambut oleh Patih Gajah Mada,Arya Dilah, Arya Jamba, Rangga Lawe, Arya Sinom, Kuda Pikatan, Hayarah Panulih dan Dipati Lampur. saat itu kerajaan Majapahit sedang dipimpin oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jaya Wardhana, yang menyambut baik maksud dan tujuan kerajaan Banjar dengan mengirimkan anak angkatnya bernama Raden Putra ke Tanah Banjar.

Cuaca indah hari itu dilambangkan dengan gemuruh ombak lautan terhempas ke dinding kapal. sesampainya di daerah pendamaran secara tidak sengaja kapal membentur sesuatu, tiba-tiba muncul naga putih yang besar tepat di depan kapal mereka menatap tajam ke arah awak kapal menghalau jalannya kapal, membuat awak kapal menjadi panik.

Tentu saja para awak kapal mulai kebingungan, bagaimana mereka bisa mengalahkan seeokor naga putih yang besar ? ...
dengan gagah berani Pangeran Suryanata turun kedasar air untuk mengalahkan naga tersebut. 

Tiga hari lamanya Pangeran tidak muncul-muncul, membuat para awak kapal menunggu khawatir. Lambung Mangkurat mendapatkan ide dengan mengirimkan utusan yang bernama Wiramastas ke Negeri Dipa untuk membawa kurban sesajen yang terdiri dari Kerbau, Sapi dan ayam untuk diberikan kepada para Dewata.

Dengan kesaktiannya dari dasar laut Pangeran Suryanata muncul dan duduk diatas sebuah gong besar bernama Rabut Paradah dengan selendang dan sarung berwarna kuning yang menambah ketampanannya, senyum indah yang menggambarkan kemenanganpun tampak jelas dibibirnya. Melihat kejadian itu Lambung Mangkurat semakin yakin dengan kesaktian Pangeran Suryanata dan pantas disandingkan dengan Putri Jujung Buih.

Setelah tiba di Negara Dipa pernikahan besar-besaranpun dilaksanakan. pesta pernikahan mereka dilaksanakan 40 hari 40 malam. Putri Junjung Buih terlihat sangat cantik dengan rambut panjang hitam terurai ditambah hiasan kepala bertatahkan intan, begitu juga dengan Pangeran Suryanata yang menyambur para tamu dengan senyuman ramah di bibir indahnya. 


Sumber : Ahmad Bajie B. Tokoh Banjar Dalam Sejarah (Antara Legenda dan Kisah Nyata)

Komentar